Eksotisme Desa Adat Wae Rebo
Sebagai salah satu tujuan destinasi pariwisata super prioritas, Labuan Bajo menjadi salah satu tempat tempat yang sering saya kunjungi. Bersama beberapa rekan kerja di kantor Jakarta, kami meninggalkan kota metropolitan tersebut karena terdapat urusan pekerjaan dengan salah satu unit kerja di Labuan Bajo.
Kolega yang bekerja di Labuan Bajo memang sudah cukup familiar dengan kami, karena kami sudah beberapa kali berinteraksi pada kegiatan-kegiatan sebelumnya. Mereka sangat ramah dan dalam melakukan pekerjaan, dilakukan secara profesional.
Setelah menyelesaian urusan pekerjaan, pada malam harinya, terdapat pembicaraan dari rekan-rekan unit kerja di Labuan Bajo mengajak kami untuk mengunjungi Desa Adat Wae Rebo. Tentunya kami pun sangat antusias, karena belum pernah mengunjungi tempat tersebut sebelumnya.
Dari informasi yang saya peroleh, bahwa untuk ke Desa Adat Wae Rebo harus berangkat 02.30 dinihari dari Labuan Bajo agar bisa tiba di desa tersebut di pagi hari.
Saya bersama 5 rekan kerja dari Jakarta mengupayakan agar bisa tidur lebih awal untuk bisa bangun tepat waktu. Saya sebetulnya begadang karena harus menyelesaikan laporan kegiatan. Di samping itu, saya juga berusaha terjaga karena takut kebablasan tidurnya…wkwkwk.
Rekan kerja yang sekamar dengan saya rupanya sedang tidak enak badan karena diare. Dari info yang saya terima, yang bersangkutan makan makanan pedas saat malam sebelumnya sehingga menyebabkan gangguan pencernaan tersebut. Walhasil hanya saya dan empat orang rekan dari Jakarta lainnya yang bisa ke Desa Adat Wae Rebo.
Tepat pukul 02.30 kami berangkat meninggalkan hotel. Kami didampingi oleh tiga orang rekan kerja dari Labuan Bajo dan juga tiga orang pengemudi. Sehingga total ada 11 orang yang berangkat ke Desa Adat Wae Rebo.
Setelah beristirahat dan sarapan di Wae Rebo Lodge, kami berangkat ke Pos 1, menggunakan tukang ojek penduduk setempat. Ternyata ada semacam peraturan bahwa bahwa mobil tidak diperbolehkan memasuki Pos 1. Hal yang wajar karena tentunya penduduk setempat ingin mendapatkan pendapatan dari sisi transportasi menuju Desa Adat Wae Rebo. Kebetulan tukang ojek yang saya tumpangi ternyata adalah peternak ikan. Beliau sempat mampir sebentar di dua rumah yang berbeda untuk mengantarkan ikan kepada pelanggannya.
Sesampainya di Pos 1, terdapat pemandu yang sudah siap mengantar wisatawan ke Desa Adat Wae Rebo. Di Pos 1 ini juga terdapat tongkat yang disewakan untuk membantu wisatawan dalam trekkingnya nanti.
Pemandu yang membantu kami saat itu, kalau tidak salah bernama Pak Marten. Beliau cukup informatif dalam menjelaskan Desa Adat Wae Rebo. Dari informasi yang disampaikan, ternyata leluhur Desa Adat Wae Rebo berasal dari Suku Minang. Cukup menarik bukan?….
Perjalanan trekking untuk sampai ke Desa Adat Wae Rebo ditempuh selama kurang lebih 2,5 jam, karena kami cukup santai untuk menikmati trekkingnya.
Sesuai ketentuan yang ada, wisatawan yang tiba di Desa Adat Wae Rebo akan disambut secara adat di rumah pemuka adat di sana. Pemuka adat setelah melakukan sambutan adat, memberikan penjelasan tentang keberadaan Desa Adat Wae Rebo.
Setelah berada di rumah pemuka adat, kami pun diajak ke salah satu rumah adat yang menjadi tempat penginapan bagi wisatawan yang berniat bermalam di Desa Adat Wae Rebo.
Di rumah penginapan ini, kami dijamu makan siang dan juga berinteraksi dengan pemilik rumah. Terdapat juga beberapa kain tradisional yag dipajang sebagai cendera mata.
Di penginapan ini saya bertemu dengan sepasang wisatawan dari Mexico. Rupanya mereka ini backpacker sejati, karena mereka berjalan kaki selama di Wae Rebo ini. Dari cerita yang disampaikan, mereka telah mengunjungi Sumatera dengan menggunaan sepeda dan rencananya akan ke beberapa tempat di Pulau Jawa, seperti Yogyakarta dan Gunung Ijen.
Setelah makan siang, kami berpamitan dengan pemilik rumah karena harus segera pulang ke Labuan Bajo.
Saya bersama satu orang rekan berjalan cepat dari Desa Adat Wae Rebo menuju Pos 1 agar bisa sampai lebih dahulu dan beristirahat.
Saya sempat terpeleset jatuh karena medan jalan yang banyak kerikil. Untungnya tidak ada luka atau cedera saat saya terjatuh. Perjalanan menuju Pos 1 saat itu dengan waktu tempuh selama kurang lebih 1,5 jam, lebih cepat satu jam dibandingkan dari Pos 1 ke Desa Adat Wae Rebo yang dilakukan memang dengan santai.
Tidak lama setelah kami tiba di Pos 1, sepasang wisatawan Mexico itu juga tiba. Padahal saat kami meninggalkan rumah adat yang menjadi penginapan, mereka masih menikmati makan siang di sana. Bisa dibilang mereka ini mempunyai fisik yang prima karena mampu berjalan dengan sangat cepat. Mereka sempat ditawari untuk naik motor oleh tukang ojek, tapi mereka memilih tetap untuk berjalan kaki. Mantap banget…
Eksotisme Desa Adat Wae Rebo ini memang tidak hanya dikenal oleh wisatawan Nusantara tetapi juga wisatawan mancanegara. Dengan keterbatasan infrastruktur, desa tersebut tetap mampu menarik kunjungan wisatawan untuk berkunjung.
26 thoughts on “Eksotisme Desa Adat Wae Rebo”
Kira2 ada pantangan atau larangan ga, yg ga boleh dilanggar wisatawan saat bermalam di wae rebo ?
Ada larangan yang disampaiakan oleh tetua adat di sana. Di salah satu lapangan, ada bangunan yang berbentuk lingkaran terbuat dari dinding batu.
Bangunan ini digunakan untuk upacara adat di Waerebo. Wisatawan tidak boleh menginjak bagian atas di lingkaran dinding batu tersebut.
Kalau bersandar di dinding batu, masih diperbolehkan.
pabtanganya bagus mengajarkan menghormati sebuah tempat yang diangap sakral, suci, atau warisan leluhur.
Kalau sudah dinas luar kota, emang setidaknya menyempatkan diri untuk jalan-jalan. Apalagi ada kesempatan jalan ke desa waerebo.
Aku kira di awal bakal nginep semalam di desa waerebo. Ternyata langsung balik. Tapi tetap aja mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan.
Orang mexico tersebut mungkin ingin menikmati perjalanannya. Makanya dia lebih memilih berjalan kaki ketimbang naik ojek. Dengan berjalan kaki mungkin dia mendapatkan banyak pengalaman dari apa yang dia lihat selama perjalanan.
Cerita yang bagus mas risti =)
Kami gak menginap dikarenakan perjalanan yang memakan waktu berjam-jam. Lagipula karena keesokan harinya harus terbang ke Jakarta.
Ini kerja nyambi jalan-jalan ke Desa Adat Waerebo, benar-benar memanfaatkan momen banget ya Mas Ris, kasian temen satunya gagal ke Waerebo gara-gara sakit perut.
Iya, sayang banget rekan kerja saya itu tidak bisa ikut. Tapi itu lebih baik buat dirinya karena perjalanannya jauh dan lama.
Bekerja dengan Bonus jalan-jalan ke salah satu destinasi wisata superprioritas, sungguh sebuah kenikmatan tersendiri, terima kasih Mas Ris sudah mau berbagi pengalaman lewat tulisan ini
Terima kasih juga sudah membaca artikel saya.
Salah satu destinasi yang pingin aku tuju selama ini, tapi belum berkesempatan. Seneng banget bisa turut merasakan lewat tulisannya Mas Ris, racun banget nih bikin saya makin pingin ke sana.
Ayo, realisasikan tripnya.
BPJ juga punya beberapa kali trip ke sana kan.
Yang benar Waerebo mas, bukan Wae Rebo. Hehehe.. Btw kenapa nggak nginep aja sekalian, sunrise disana cakep banget lho.
Terima kasih atas koreksinya.
Waktunya gak cukup, karena keesokan harinya harus terbang ke Jakarta hehehe…
Mas Ris foto terpelesetnya mana? kok nggak ada hehe
Asik banget sih kalau kerja bisa sambil jalan-jalan gini, mana asik banget ke Waerebo. Ah iri
Wah gak ada fotonya dong ah. Itu kan terjadi tiba-tiba…
Suasana desa dengan keindahan alam yang masih terjaga memang selalu menarik untuk dikunjungi, nilai budaya dan adatnya masih kental ya kak
Iya betul, nuansa alam dan budayanya masih kental banget.
Penasaran sama sambutan adatnya, menarik sekali sepertinya, ingin tahu dan ingin bisa merasakan pengalaman berharga itu juga. Mungkin bisa diceritakan menjadi part yang terpisah mas, supaya pembaca bisa ikut membayangkannya juga hehe
Btw, mas Ristiyanto beruntung bisa menjejakkan kaki ke Waerebo!
Tetap berpetualang, menjelajah, bereksplorasi lalu membagikan pengalaman itu dengan menuliskannya.
Ditunggu tulisan berikutnya.
Sambiutannya sebenarnya sederhana saja, ada beberapa bagian yang kalau tidak salah menggunakan bahasa setempat. Kami duduk melingkar di rumah tetua adatnya. Setelah mendengarkan sambutan dari tetua adatnya, wisatawan boleh bertanya segala sesuatu tentang Waerebo ini.
Aku juga pernah ke Waerebo dan saat itu lagi hujan gerimis berasa banget syahdunya. Apa dapat bintang cakep ga malam harinya?
Saya gak sempat menginap di Waerebo, jadi tidak bisa melihat bintang di malam harinya.
Seru amat sih Mas kerja sambil jalan jalan gitu. Beruntung sekali ya menurutku. Sukses nih bikin aku jadi pengen banget ke Wae Rebo!
Iya, waktu itu karena sempat eksplore daerah yang saat ada dinas luar kota. Biasanya gak sempat sama sekali hehehe…
Penasaran sama sambutan adatnya, menarik sekali sepertinya, ingin tahu dan ingin bisa merasakan pengalaman berharga itu juga. Mungkin bisa diceritakan menjadi part yang terpisah mas, supaya pembaca bisa ikut membayangkannya juga hehe
Btw, mas Ristiyanto beruntung bisa menjejakkan kaki ke Waerebo!
Tetap berpetualang, menjelajah, bereksplorasi lalu membagikan pengalaman itu dengan menuliskannya.
Ditunggu tulisan berikutnya.
Cerita si bule Mexico kyknya lbh menarik deh… Kalau ditanya pengalamannya keliling Sumatera lbh seru tuh
Iya, mereka ke Sumatera benar-benar cuma berdua. Keren banget…