Menikmati malam di Lawang Sewu

Menikmati malam di Lawang Sewu

Dikarenakan urusan pekerjaan, saya dan dua orang rekan kerja berada di Semarang pada akhir Februari 2018 lalu dan menginap di salah satu hotel di Jl. Pemuda, Semarang.

Malam harinya kami pun iseng-iseng menyusuri trotoar Jl. Pemuda tersebut dan secara kebetulan sampai di Lawang Sewu. Nama Lawang Sewu sendiri tidak asing jika anda berkunjung ke Semarang. Dikarenakan bangunan ini salah satu yang menjadi destinasi wisata di kota tersebut.

Sempat ada diskusi diantara kami bertiga perihal masuk tidaknya ke Lawang Sewu tersebut, mengingat saat itu sudah mendekati pukul 20.00. Pada akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke Lawang Sewu.

Dengan membayar tiket sebesar Rp. 10.000 / orang, pengunjung dapat masuk ke dalam Lawang Sewu. Biaya yang cukup murah bukan?

Dari petugas di loket, diperoleh informasi terdapat pemandu wisata jika ingin mendapatkan informasi detail tentang Lawang Sewu. Tentunya ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk pemandu tersebut.

Kami pun sepakat untuk menggunakan jasa pemandu wisata tersebut.

Dari pemandu tersebut, diperoleh informasi bahwa Lawang Sewu dibangun pada 1904-1907. Lawang Sewu awalnya adalah Kantor Pusat Perkeretaapian Hindia Belanda atau Nederlands Indische Spoorweg Maatschappj (NIS). Lawang Sewu juga pernah digunakan oleh Kodam IV Diponegoro.

Pertanyaan menggelitik, apakah Lawang Sewu benar-benar mempunyai pintu seribu? Jawabannya TENTU TIDAK. Itu hanya ungkapan untuk menandakan saking banyaknya pintu yang ada. Sama seperti binatang kaki seribu, memangnya kakinya benar-benar seribu? Begitu juga tentang istilah seribu candi, apakah benar sejumlah itu candinya. Kami pun tertawa mendapat penjelasan dari sang pemandu wisata.

Sesuai informasi dari pemandu wisata bahwa Lawang Sewu mempunyai 425 lubang pintu dan 928 daun pintu. Pintu diperbanyak dikarenakan untuk sirkulasi udara.

Di Lawang Sewu juga terdapat miniatur kereta, salah satunya adalah kereta type E. Penggunaan E sesuai urutan abjad karena roda lokomotifnya ada 5.

Gedung Lawang Sewu sendiri mempunyai dua lantai. Oleh pengelola Lawang Sewu, lantai dua gedung tersebut dimanfaatkan untuk komersil, salah satunya pameran furniture.

Pemandu juga menginformasikan bahwa pada era Belanda, pelabuhan di Semarang mendapat nama Tanjung Emas karena perannya yang sangat penting dalam perdagangan. Saat itu perannya lebih vital dibandingkan pelabuhan lain, termasuk melebihi pelabuhan di Surabaya yaitu Tanjung Perak dan pelabuhan di Jakarta yaitu Tanjung Priok.

Di Semarang pula dibuat stasiun kereta api pertama di Indonesia. Namanya adalah Samarang, yang terletak di Tambak Sari, ujung pelabuhan.

Dalam Bahasa Belanda, kereta api adalah spoor, namun pada masa itu orang Jawa menyebutnya sepur, yang sering jadi lelucon karena merupakan singkatan dari asepe nang nduwur (asapnya di atas).

Begitu juga dengan sepeda, orang Belanda menyebutnya fiet, sedangkan orang Jawa menyebutnya pit. Istilah sepeda pun menjadi jokes karena kependekan dari asepe tidak ada.

Toilet

Di Lawang Sewu terdapat toilet yang terpisah dari bangunan. Hal ini dikarenakan faktor estetika dari pihak Belanda. Sehingga untuk urusan “ke belakang” tidak mengganggu aktifitas dan kenyamanan kantor.

Bangunan toilet sendiri mempunyai dua lantai dan masing masing lantai punya pintu tersendiri. Lantai dua sendiri terhubung dari gedung Lawang Sewu melalui sebuah jembatan kecil.

Namun demikian, antara lantai satu dan lantai dua tidak terhubung langsung. Orang yang masuk dari lantai satu tidak akan bisa ke lantai dua, begitu juga sebaliknya.

Di bagian atas Lawang Sewu terdapat loteng yang didesain sedemikian rupa untuk meredam panas.

Ruang pendopo

Di bagian bawah dan agak terpisah dari bangunan Lawang Sewu, terdapat pula pendopo untuk ruang bersantai.

Sesuai informasi dari pemandu wisata, pada tahun 1916-1917 dibuat gedung susulan Lawang Sewu dimana gedung tersebut sudah menggunakan besi dan semen.

Beberapa bahan bangunan Lawang Sewu pun didatangkan dari Belanda seperti genteng. Di samping itu terdapat batu bata berglazur yang proses pembuatannya dibakar, dioven, dipress dan dicap.

Ada arahan khusus dari pengelola Lawang Sewu kepada pemandu wisatanya agar mengekspos sisi sejarah Lawang Sewu dan dihimbau untuk tidak mengekspos sisi mistis dari Lawang Sewu itu sendiri.

Kalau hal itu diabaikan, maka sang pemandu wisata akan mendapat teguran dari pihak pengelola.

Biarpun hanya sejam saya dan rekan kerja berada di sana, cukup terpuaskan rasa keingintahuan kami tentang Lawang Sewu.

Bagi teman-teman, silahkan kunjungi Lawang Sewu dengan tetap mengikuti peraturan yang berlaku.

90 thoughts on “Menikmati malam di Lawang Sewu

  1. Suatu saat pengen mengeksplor Lawang Sewu lebih dalam. Pernah ke sana tapi cuma sebentar banget. Gak sempat minta dijelasin sama pemandu wisata juga. Btw tumben Mas Ris mau foto. Waktu di Jogja nyaris gak foto sama sekali. Hehehe

    1. Kalau malam hari, apalagi di Lawang Sewu, saya mau saja di foto, siapa tau ada “makhluk lainnya” yang terfoto. Hahahah

  2. Sejujurnya saya nunggu informasi-informasi mistisnya, eh ternyata Mas Ris lebih mengexplore dari sisi sejarahnya saja karena peraturan yg berlaku wkwkkw ??

    1. Banyak pengunjung yang sebenarnya lebih tertarik ke hal mistisnya. Karena mistisnya memang sudah tersohor.

  3. Waaa, Lawang sewu di malam hari! Jadi inget waktu ngetrip sambil kerja, cuma punya waktu ke Lawang Sewu malem-malem, hampir tutup. Suka deh, trus ngebayangin gimana dulu waktu masih dipakai ballroom.

    Puas banget di Lawang Sewu, karena trus kejebak hujan deres banget, gak ada yg bawa payung.

  4. Wah hebat juga kesananya malem, siang aja beraasa merinding gimana gitu, apalagi malem2. Dulu aja solo traveling kesana, pas nyampe tempatnya langsung cari temen.. Apa emang saya yang penakut kali yaa.. hehhee

    1. Lebis seram pas lagi jalan-jalan ditelepon mamanya sudah jam 9 malam dan disuruh pulang. Iya kan wkwkwkw

  5. pernah ke lawang sewu malam hari, tapi nggak berani masuk karena terkenal mistis, haha.
    baca tulisan mas ris, saya jadi tertarik untuk masuk dan mengenal sejarahnya.
    TFS

  6. Saya sangat mengagumi arsitektur Lawang Sewu yang indah dan megah. Alhamdulillah guide dengan sabar dan detail menjelaskan latar belakang setiap bagian ruangan dan bahan yang digunakan. Takjub!! Semoga tetap lestari. Hampir seharian saya di sana, tapi tidak sampai malam…..

  7. Untuk ada guide ya mas? Jadi Mas ris ga capek itungin semua pintu yang ada di Lawang Sewu. Heheh

    Ngomong-ngomong aura mistis, disini kuat banget mas auranya. Bikin ga nyaman. Hehe

  8. Saya pernah kesana jam 8 malam dan horor abis karena sepi..
    Btw trnyata yg d lantai 2 itu toilet yh. Kmrn itu ragu2 mau kesana apa ngga karena gelap dan mistis banget. Jalan sendiri malam2 disana gk pake pemandu lebih terasa uji nyali mas..

    1. Kalau sendirian memang terasa greget banget hehehe. Saat saya kesana gak sepi-sepi banget kok, masih ada beberapa pengunjung walaupun itu diatas jam 8 malam.

  9. Aku nunggu hal mistisnya tapi engga ada yaa hihi. Tapi mas ris keren ih bisa nulis apa yg pemandu wisata bilang. Aku pernah sewa juga sewaktu di gua sunyaragi terus bingung mau nulisnya.

  10. ga berani ke sana aku, karena udah mendengar banyaknya cerita mistis bertebaran ._.
    mas ris bahas dari sisi sejarahnya , jadi cukup informatif buat saya yang belum ke sana. makasih mas

  11. Jadi jasa pemandu wisata bayarnya berapa mas ris? Itu booking nya perjam atau gimana? Kalo kesini malem sepertinya enggak rame ya.. pas aku kesini siang hari minggu.. duh lah susah sekali mau poto.. orang semua setiap sudut.huft

    1. Info dari pemandunya setidaknya Rp. 50.000 selama memandu kita. Waktu itu karena memang ami selesai hampir pukul 21.00, jadi cuma sejam. Mungkin kalau waktunya agak luang bisa lebih dari sejam. Soalnya kan tutupnya jam 21.00.

    1. Ada di ruangan bawah tanah mbak. Dulu kan digunakan untuk acara mistis di TV nasional. Gara-gara itu Lawang Sewu tenar sampai sekarang

  12. Suka banget dengan bangunan yang satu ini.
    Pingin bisa explore gedung ini di malam hari, biar lebih romantis…kok romantis sih..

    Baru tahu sepur itu singkatan asepne ning duwur…hi.hi.hi..

    Terima kasih info nya ya

  13. Suka banget baca tulisannya, selain tahu tentang Lawang Sewu, tahu juga bahasa-bahasa jawa yang mirip sama Belanda.

    But anyway sepanjang tur ga ada yang nyolek dari belakang kan? hahaha

  14. Pertanyaan aku sebenarnya udah diwakilkan teman-teman yang lain. udah Mas Ris jawab juga. Tapi aku penasaran di pintu yang hingga 425 pintu. Pintu sebanyak itu khusus pintu di dalam gedung aja, atau termasuk pintu-pintu diluar gedung, misalnya kamar mandi gitu mas? terus total pintu menandakan total ruangan disana ga? kalo emang iya gilaa banyak banget ruangannya sampe ratusan gitu. kalo digunakan untuk kantor perkeretaapian hindia belanda, apa iya menggunakan begitu banyak ruangan mas? Belum pernah ke Lawang Sewu soalnya. Kirain Mas Ris mau cerita sisi mistisnya hahaha, ternyata ga boleh. Tapi aku kepo lagi. Di sana Mas Ris ngerasain hawa-hawa mistis atau ngeliat yang aneh-aneh ga?

    1. Saya belum sempat menanyakan apakah jumlah lubang pintu yang 425 itu hanya untuk gedung utama atau tidak. Tapi sekedar ilustrasi, dari ruangan yang saya datangi, dalam satu ruangan terdapat lebih dari dua lubang pintu. Kalau ruangan sih, gak sampai ratusan ya.
      Kalau di sana, suasananya bias saja sih mbak. Saya gak ngerasain apa-apa, atau memang dasar gak peka.

  15. Makasih ya mas Risti penjelasannya. Kini aku mengetahui Lawang Sewu juga. Sangat menarik. Karena belum tahu secara detailnya. Disini dijelaskan oleh Mas Risti.

    1. Gak dimasukin semua, waktunya gak cukup. Lagi pula ruangan lantai dua ada yang buat pameran. Jadi gak bisa diakses kesana. Ada pintu yang dikunci, yang buat akses ke bawah tanah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *